Jumat, 03 Maret 2017

Mata dibayar Mata, Mulut dibayar Mulut #2

"Udahlah, Mah. Bayarin aja," Cindy, adik dari Yeni, membujuk Oma agar membayarkan utang kakaknya.

"Masalahnya Mama juga gak pegang duit," jawab Oma marah, "Ini kebiasaan kalian, taunya Mama selalu pegang uang. Mending uangnya dipake buat makan, ini buat happy-happy, buat nyabu."

Kembali terdengar suara sayup-sayup Yeni berteriak dari rumahnya yang berada tepat disebelah rumah Oma. Cindy dan Oma bergegas ke rumah sebelah.

PRANGGG

Tiba-tiba terdengar suara sesuatu barang seperti kaca pecah. Ternyata handphone yang sedang Cindy genggam terjatuh dari tangannya karena terkejut akan kehadiran Dafa, anak kedua dari Yeni, yang tiba-tiba berlari di depannya.

"ANJING!! NGAPAIN SIH KAMU LARI LARI! SIAL!!!" teriaknya kepada Dafa membuat anak laki-laki itu terdiam.

Dafa langsung berlari menuju adiknya, Syifa yang tengah sibuk sendiri bermain.

"Dafa," tiba-tiba Taya memanggil Dafa dengan tenang. Dafa menghampiri Taya.

"Tadi Dafa kenapa?" tanya Taya.

"Gak kenapa-napa."

"Lari-lari, ya?"

"Gak."

"Gapapa, kok. Tapi, lain kali jangan gitu lagi, ya?" tanya Taya, Dafa mengangguk lemah, membuat Taya dengan sigap membawa adiknya kedalam dekaman hangat. Mengelus lembut punggungnya. Mencoba mengatakan pada adiknya bahwa semua akan baik-baik saja. Berharap agar adiknya tidak mengingat hari ini, untuk selamanya.


Pontianak,
03 Maret 2017

Mata dibayar Mata, Mulut dibayar Mata

"Dia pinjam uang lagi sama  Icha," ucap seorang wanita renta sambil menghisap rokoknya. Walaupun berumur lebih dari separuh abad, ia masih tampak begitu aktif.

Seorang gadis remaja terdiam dari aktifitasnya yang sedang sibuk dengan handphone-nya, menatap ke arah Oma, panggilan untuk wanita renta tadi. "Icha?" tanyanya.

"Temannya yang kemarin," jawab Oma. "Bunda pinjam 500 ribu."

"Tau darimana?"

"Itu Icha-nya ada datang."

Gadis remaja yang kerap dipanggil Taya ini pun kembali sibuk dengan handphone-nya, menganggap kejadian yang baru saja didengarnya hanyalah angin lalu. Ia menganggap hal tersebut wajar, di dalam ruang lingkup keluarganya.

"KAMU TUNGGU DISINI, SAYA MAU PERGI SEBENTAR," sayup-sayup terdengar suara seseorang wanita yang tengah berbicara dengan nada tinggi.

"Terus Icha ditinggalin sendiri disini?"

"Cuman sebentar. Saya mau pergi cari uang dulu buat bayar kamu," jawab Bunda dengan nada marah, lalu beralih menatap Oma. "Yeni mau pergi bentar, Mah. Jaga Syifa."

"Mau kemana lagi?" tanya Oma.

"Ada lah pergi pokoknya."

"Kemana?"

"Cari duit, lah."

"Emangnya sekali pergi keluar langsung bisa nemu 500ribu secepat itu?" tanya Oma yang langsung membuat Bunda terdiam.

"Pokoknya pergi dulu. Jaga Syifa," ucapnya dengan nada marah sambil berjalan menuju motor yang terparkir di garasi. Seorang anak perempuan yang berumur tiga tahun mengikutinya sambil menangis.

"DIAM YA KAMU!! BUNDA NIH MAU CARI DUIT!!!" bentaknya kepada Syifa, anak kecil tadi, yang semakin membuat anak itu menangis kencang. Taya, kakaknya Syifa, langsung menghampiri adik kecilnya dan membawanya masuk ke dalam rumah, tanpa memperdulikan sang Bunda.



Pontianak,
03 Maret 2017

Rabu, 15 Februari 2017

She : "Money is coming"

Dia sedang bahagia hari ini.

Tampak sangat bahagia.

Walaupun dia memang selalu tampak bahagia setiap hari, tapi kurasa hari ini memang telah terjadi sesuatu yang baik baginya.

Aku tersenyum menyapanya, lalu bertanya ada apa dengannya hari ini.

Dia menjawab senyumku dengan lebar, dia menjawab bahwa hari ini ternyata rumahnya telah resmi terjual.

Dia memang sudah cukup lama bercerita bahwa rumahnya akan dijual, tetapi kurasa dia baru saja menemukan orang yang akan benar-benar membeli rumahnya (menjual rumah tidak semudah menjual baju).

Dia melanjutkan bercerita, ia senang bahwa sebentar lagi uang akan datang padanya. Dia bilang sudah sekitar enam bulan dia tidak makan. Ekspresinya langsung berubah memelas, bahkan tangannya juga sedang memegang perut seakan menahan lapar.

Aku tersenyum simpul melihatnya.

"Selamat makan."

Senin, 13 Februari 2017

She

Dia adalah seorang gadis remaja biasa. Tampak normal seperti anak sekolahan sewajarnya (walaupun terkadang tak terlihat begitu normal karena dia suka tertawa tanpa sebab).

Dia sangat suka tertawa, bahkan untuk hal-hal kecil yang sebenarnya tidak terlalu lucu (atau bahkan tidak lucu). Dia tertawa untuk semua hal yang dilihat dan didengarnya.

Saat dia tertawa, dia tampak sangat bahagia. Tawanya akan menular ke orang lain disekitarnya. Candaan yang sebenarnya tak begitu lucu, karena melihat dia tertawa, aku dan yang lain jadi ikut tertawa.

Dia adalah teman sekolah ku, gadis SMA berusia hampir 17 tahun.

Aku iri dengannya.

Karena dia tampak begitu bahagia, bagai tak pernah sekalipun mengalami masalah di hidupnya.

Aku iri.

Aku ingin seperti dia.